Sunday, August 9, 2015

Hikmah Kencing versi Irman Mapia

Sore itu, tepat pukul dua siang gue dan irman sampai ke Indramayu kota. Bukan untuk mencalonkan diri sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Indramayu, melainkan untuk membeli senar gitar, Binggung kenapa beli senar gitar aja harus di Indramayu Kota ? Saya juga bingung kenapa bisa begitu! Tapi, eitss… Penonton jangan kecewa dulu, karena gue engga bahas masalah kenapa kita ke Indramayu kota ini. Ada yang jauh lebih seru untuk dibahas dari hanya sehelai senar gitar, yaitu Titit Irman Mega Firdaus, yeaah, Titit nya Irman!!!
Baiklah, karena mungkin kalian sudah tidak sabar melihat Titit-nya Irman… Eh, maksudnya mendengar cerita tentang Titit-nya Irman, Read more…

Penampakan Maling Sendal
Jadi gini, ehm…
Disaat gue dan Irman lagi muter-muter di Indramayu kota untuk mencari senar gitar, Irman tiba-tiba pengen kencing, yaps betull, PENGEN kencing. Padahal gue yakin di pelosok kota Indramayu manapun engga bakal ada orang yang jualan kencing.
“Maksudnya, Pipis. DE, ADEEE!!!.” Tiba – tiba Hologram-Ir Man-Bawa-Kampak-Dengan-Tanduk-Yang-Runcing muncul didepan ketika gue lagi ngetik postingan ini.
Oh, maksudnya Pipis. Nah, kalo pipis mungkin di Indramayu banyak orang yang biasa bikin Pipis.
“Loh, Pipis kok pake dibuat segala, de. Kan itu mah alami”. Kata Hologram-Ir Man yang kini menurunkan kampaknya.
Lah, kan emang Pipis mah pasti dibuatlah, kalo engga dibuat, gimana bisa dimakan ?
Kali ini Hologram-Ir Man mengampak tanduknya sendiri.


Akhirnya gue dan Irman pun mencari toilet. Dan toilet apes yang kita pergunakan untuk membuat hajat itu adalah toilet di Masjid Agung Indramayu. Irman dengan Tampang-Polos-Banyak-Dosa mengicir masuk kedalam toilet. Sementara gue? Karena gue anak yang, ehem, sholeh. Maka gue mengambil air wudhlu karena gue belum sempat sholat Dhuhur.
Setelah gue sholat, dan ternyata Irman juga ikut sholat, gue dan Irman duduk di teras Masjid untuk menunggu Sholat berikutnya, Ashar.
Di teras masjid, gue dan Irman ngemis Ngobrol mengenai kejadian yang kita lihat tadi, dijalan, ketika kita menuju ke sini.



Gue teringat atas apa kejadian yang gue lihat, gue lihat ada pengendara sepeda motor melaju kencang, dan saat itu gue sama Irman lagi ngobrol dengan posisi gue yang nyetir.
Tiba-tiba…
BRAKKKK !!!
Suara hantaman benda keras pun terdengar kencang.
Geu ngelihat didepan, sekitar jarak 100 meter, dari suara yang terdengar keras tadi banyak orang berkrumunan. Orang yang ada disekitar jalan itu, Mendatangi sumber suara.
Gue sempat menghentikan laju sepeda motor, dan melihat bapak-bapak sedang tergeletak, terlihat bapak-bapak itu kejang-kejang. Bukaan, bukan karena bapak itu sedang nari Gojigo atau sedang memanggil hujan (Oke, ini seharusnya tidak ada becanda, ini serius).
Terlihat sepeda motor yang bagian depannya remuk seolah habis menghantam sesuatu. Ternyata motor itu menabrak Plang yang bertuliskan Rumah Makan Padang di daerah Kiajaran Kulon sebelah utara jalan Pantura.
Bapak-bapak yang kejang karena Goyang Dua Lima itu. (ini kenapa gue becanda lagi?).
Gue ulangi. Bapak-bapak yang kejang itu ternyata pengendara yang motornya menabrak Plang tersebut. Bukan kita dan orang disekitar tidak mau menolong bapak yang sedang kejang itu, tapi kita binggung mau melakukan apa, tidak ada yang ahli dalam Pertolongan Pertama di antara kami, yang ada hanya dua bocah Pramuka yang kalo Pramukaan malah sering nyolong donatnya Adam.
Melihat kejadian itu, jantung gue berdebar sangat kencang seperti genderang mau perang. Disetiap ada kamu… (Ini serius, tapi kok malah nyanyi ?)

Gue melanjutkan perjalanan…

Gue yang sangat terpukul melihat kejadian itu. Karena apa? Karena gue ngerasain sendiri gimana sering bolak – balik lewat jalan itu, dan UNTUNG-nya gue masih selamet.
Suara adzan ashar pun berkumandang. Gue yang sedang tidur-tiduran bangun, dan segera mengambil air wudhlu. Dan ternyata si Irman juga bangun dari duduknya dan masuk ke dalam toilet, gue engga bisa ceritain disini apa yang Irman lakukan di dalam toilet, dan kali ini silahkan penonton boleh kecewa.


Sholat ashar selesai.
Gue dan Irman sekarang duduk di tangga tepat kita meletakan sandal.
“Alhamdulillah ya, De.” Irman yang daritadi diam ketika gue cerita tadi, sekarang mengeluarkan suaranya. “Berkat kencing kita bisa inget dengan Sholat dan bisa merenungi kejadian yang kita lihat tadi dijalan.
“Kencing membawa berkah.” Lanjut Irman. 
“Alhamdulillah.” Bales gue tersenyum.
Setelah itu kita berdua menyembah Titit.


Walaupun apa yang gue cari di Indramayu kota itu tidak gue dapatkan, berbeda dengan Irman yang bisa mendapatnya senar gitar, tapi gue beruntung banget. Bukaan, bukan karena Irman si Penyembah Titit itu. Tapi karena gue bisa lebih berhati-hati lagi dalam berkendara.

Ke esokan hari setelah kejadian itu, gue kembali mengajak Irman untuk ke Indramayu kota, karena yang gue cari belum ketemu. Tapi Irman sedang sibuk rapat untuk mempersiapkan HUT RI 17 Agustus mendatang. Dan kali ini gue baru saja dikalahkan oleh Panjat Pinang yang tahun ini katanya di larang karena MUI mengeluarkan Fatwah tentang panjang pinang.
Fatwah MUI  :
“Acara rutin peringatan Kemerdekaan RI tahun ini tidak boleh dilaksanakan dengan acara Panjat Pinang, Karena: Haram!
Seharusnya dipinang dulu baru dipanjat”

Gue ke Indramayu kota sendirian.
Namun, lagi-lagi gue dikagetkan dengan mobil yang bisa terbang, yeah.. bukan lagi suara kaget seperti kemaren, namun sekarang adalah mobil yang bisa terbang. Mobil melayang di sekitar SPBU Kiajaran Wetan, tidak jauh dari kejadian motor nambak Plang Rumah Makan Padang kemaren.
Gue yang melihat kejadian itu sontak mengerem dengan sebisanya, walaupun jarak gue masih jauh, tapi gue ngerem dengan sebisanya. Dan langsung berhenti di trotoar.
Kalo fikiran gue jernih kaya sekarang gue nulis ini, gue akan ngeluarin Handphone dan memotret kejadian itu, yang kemudian gue sertakan dalam postingan ini. Tapi, fikiran gue saat itu bernar-benar kacau. Melihat kaca depan mobil yang pecah berserakan dan bebper depan mobil hancur menabrak trotoar tengah jalan Pantura. Boro-boro tangan gue bisa masuk ke saku celana.
Dengan cepat orang-orang bergerombol ke arah mobil na’as tersebut. Pintu terbuka kearah atas karena posisi mobil yang menyamping. Keluarlah satu orang bapak-bapak yang kelihatan shock sekali, dan langsung di gotong ke pinggir jalan.
Mobil yang miring itupun kini beramai-ramai di dorong agar bisa kembali berdiri dengan rodanya.
Melihat kejadian itu, gue tercengang tak bedaya dan jelas gemetaran. Gue engga bisa berbuat apa-apa. Bahkan mesin motor gue pun mati dengan sedirinya.
Namun, suara klakson kendaraan lain di belakang menyadarkan, gue harus jalan.
Gue melewati mobil yang kini sudah berdiri itu. Dengan gemetaran gue menyetir motor melanjutkan perjalanan. Tentu dengan perasaan yang tidak tenang.

Sesampainya di Indramayu kota, gue menuju ke Masjid Agung Indramayu kali untuk melaksanakan sholat Ashar.
Setelah sholat Ashar, kembali gue duduk di teras masjid tersebut, kali ini sendirian merenungi kejadian yang gue barusan lihat.

Pantura memang kejam.
Mungkin hanya ramah bagi mereka yang beruntung.
Namun,
Sampai kapankah keberuntungan itu setia ?

Gue hanya berfikir secara logis. Entah apa yang terjadi pada diri gue kalo saat kejadian mobil terbalik itu, gue tepat ada disamping mobil yang terbang itu. Mungkin gue engga bakal bisa nulis menceritakan ini semua.
Seolah semua sudah ada yang mengatur, detik, arah angin, dan lobang-lobang pantura. Jika saja gue sedang melaju sepeda motor dengan kencang saat itu, gue lebih cepat lima menit saja dari saat itu. Mungkin gue juga akan ikut terbang bersama mobil itu.
Gue hanya bisa bersyukur karena Allah masih memberi kesempatan kepada gue untuk melaksanakan sholat Ashar ini.

Hanya dua hari terjadi kecelakaan di tempat yang hampir sama, apakah setiap hari di tempat ini ada peristiwa seperti ini? Apa sudah ada gilirannya ?


Waktu terus berjalan, sore pun datang dengan tepat waktu.
Kini, gue harus memacu kendaraan lagi, dan mungkin saja kini keberuntungan berpaling dari gue dan mungkin saja ini “Giliran” gue seperti mereka J


Sebelum gue pergi pulang, gue melihat beberapa anak Paskibra yang memang sedang rajin latihan di lapangan pendopo sebelah masjid itu, lari bergerombol masuk ke dalam toilet, dan entah seperti ada keadaan Psikologis yang mengharuskan gue juga menjadi kepengen ke toilet, kencing.
Dan ketika gue keluar dari toilet, andai ada Irman, gue akan berkata…

“Ini semua berkat Kencing. Kencing membawa berkah” 

Post a Comment