Sore
itu, tepat pukul dua siang gue dan irman sampai ke Indramayu kota. Bukan untuk
mencalonkan diri sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Indramayu, melainkan
untuk membeli senar gitar, Binggung kenapa beli senar gitar aja harus di
Indramayu Kota ? Saya juga bingung kenapa bisa begitu! Tapi, eitss… Penonton
jangan kecewa dulu, karena gue engga bahas masalah kenapa kita ke Indramayu
kota ini. Ada yang jauh lebih seru untuk dibahas dari hanya sehelai senar
gitar, yaitu Titit Irman Mega Firdaus, yeaah, Titit nya Irman!!!
Baiklah,
karena mungkin kalian sudah tidak sabar melihat Titit-nya Irman… Eh, maksudnya
mendengar cerita tentang Titit-nya Irman, Read more…
Penampakan Maling Sendal
Jadi
gini, ehm…
Disaat
gue dan Irman lagi muter-muter di Indramayu kota untuk mencari senar gitar,
Irman tiba-tiba pengen kencing, yaps betull, PENGEN kencing. Padahal gue yakin
di pelosok kota Indramayu manapun engga bakal ada orang yang jualan kencing.
“Maksudnya,
Pipis. DE, ADEEE!!!.” Tiba – tiba Hologram-Ir Man-Bawa-Kampak-Dengan-Tanduk-Yang-Runcing
muncul didepan ketika gue lagi ngetik postingan ini.
Oh,
maksudnya Pipis. Nah, kalo pipis mungkin di Indramayu banyak orang yang biasa
bikin Pipis.
“Loh,
Pipis kok pake dibuat segala, de. Kan
itu mah alami”. Kata Hologram-Ir Man yang kini menurunkan kampaknya.
Lah,
kan emang Pipis mah pasti dibuatlah, kalo engga dibuat, gimana bisa dimakan ?
Kali
ini Hologram-Ir Man mengampak tanduknya sendiri.
Akhirnya
gue dan Irman pun mencari toilet. Dan toilet apes yang kita pergunakan untuk
membuat hajat itu adalah toilet di Masjid Agung Indramayu. Irman dengan
Tampang-Polos-Banyak-Dosa mengicir masuk kedalam toilet. Sementara gue? Karena
gue anak yang, ehem, sholeh. Maka gue mengambil air wudhlu karena gue belum
sempat sholat Dhuhur.
Setelah
gue sholat, dan ternyata Irman juga ikut sholat, gue dan Irman duduk di teras
Masjid untuk menunggu Sholat berikutnya, Ashar.
Di
teras masjid, gue dan Irman ngemis Ngobrol mengenai kejadian yang kita
lihat tadi, dijalan, ketika kita menuju ke sini.
Gue
teringat atas apa kejadian yang gue lihat, gue lihat ada pengendara sepeda
motor melaju kencang, dan saat itu gue sama Irman lagi ngobrol dengan posisi
gue yang nyetir.
Tiba-tiba…
BRAKKKK
!!!
Suara
hantaman benda keras pun terdengar kencang.
Geu
ngelihat didepan, sekitar jarak 100 meter, dari suara yang terdengar keras tadi
banyak orang berkrumunan. Orang yang ada disekitar jalan itu, Mendatangi sumber
suara.
Gue
sempat menghentikan laju sepeda motor, dan melihat bapak-bapak sedang tergeletak,
terlihat bapak-bapak itu kejang-kejang. Bukaan, bukan karena bapak itu sedang
nari Gojigo atau sedang memanggil hujan (Oke, ini seharusnya tidak ada becanda,
ini serius).
Terlihat
sepeda motor yang bagian depannya remuk seolah habis menghantam sesuatu. Ternyata
motor itu menabrak Plang yang bertuliskan Rumah Makan Padang di daerah Kiajaran
Kulon sebelah utara jalan Pantura.
Bapak-bapak
yang kejang karena Goyang Dua Lima itu. (ini kenapa gue becanda lagi?).
Gue
ulangi. Bapak-bapak yang kejang itu ternyata pengendara yang motornya menabrak
Plang tersebut. Bukan kita dan orang disekitar tidak mau menolong bapak yang
sedang kejang itu, tapi kita binggung mau melakukan apa, tidak ada yang ahli
dalam Pertolongan Pertama di antara kami, yang ada hanya dua bocah Pramuka yang
kalo Pramukaan malah sering nyolong donatnya
Adam.
Melihat
kejadian itu, jantung gue berdebar sangat kencang seperti genderang mau perang.
Disetiap ada kamu… (Ini serius, tapi kok malah nyanyi ?)
Gue
melanjutkan perjalanan…
Gue
yang sangat terpukul melihat kejadian itu. Karena apa? Karena gue ngerasain
sendiri gimana sering bolak – balik lewat jalan itu, dan UNTUNG-nya gue masih selamet.
Suara
adzan ashar pun berkumandang. Gue yang sedang tidur-tiduran bangun, dan segera
mengambil air wudhlu. Dan ternyata si Irman juga bangun dari duduknya dan masuk
ke dalam toilet, gue engga bisa ceritain disini apa yang Irman lakukan di dalam
toilet, dan kali ini silahkan penonton boleh kecewa.
Sholat
ashar selesai.
Gue
dan Irman sekarang duduk di tangga tepat kita meletakan sandal.
“Alhamdulillah
ya, De.” Irman yang daritadi diam ketika gue cerita tadi, sekarang mengeluarkan
suaranya. “Berkat kencing kita bisa inget dengan Sholat dan bisa merenungi
kejadian yang kita lihat tadi dijalan.”
“Kencing membawa berkah.” Lanjut Irman.
“Kencing membawa berkah.” Lanjut Irman.
“Alhamdulillah.”
Bales gue tersenyum.
Setelah
itu kita berdua menyembah Titit.
Walaupun
apa yang gue cari di Indramayu kota itu tidak gue dapatkan, berbeda dengan
Irman yang bisa mendapatnya senar gitar, tapi gue beruntung banget. Bukaan,
bukan karena Irman si Penyembah Titit itu. Tapi karena gue bisa lebih
berhati-hati lagi dalam berkendara.
Ke
esokan hari setelah kejadian itu, gue kembali mengajak Irman untuk ke Indramayu
kota, karena yang gue cari belum ketemu. Tapi Irman sedang sibuk rapat untuk
mempersiapkan HUT RI 17 Agustus mendatang. Dan kali ini gue baru saja
dikalahkan oleh Panjat Pinang yang tahun ini katanya di larang karena MUI
mengeluarkan Fatwah tentang panjang pinang.
Fatwah
MUI :
“Acara rutin peringatan Kemerdekaan RI tahun ini
tidak boleh dilaksanakan dengan acara Panjat Pinang, Karena: Haram!
Seharusnya dipinang dulu baru dipanjat”
Gue
ke Indramayu kota sendirian.
Namun,
lagi-lagi gue dikagetkan dengan mobil yang bisa terbang, yeah.. bukan lagi
suara kaget seperti kemaren, namun sekarang adalah mobil yang bisa terbang. Mobil
melayang di sekitar SPBU Kiajaran Wetan, tidak jauh dari kejadian motor nambak
Plang Rumah Makan Padang kemaren.
Gue
yang melihat kejadian itu sontak mengerem dengan sebisanya, walaupun jarak gue
masih jauh, tapi gue ngerem dengan sebisanya. Dan langsung berhenti di trotoar.
Kalo
fikiran gue jernih kaya sekarang gue nulis ini, gue akan ngeluarin Handphone
dan memotret kejadian itu, yang kemudian gue sertakan dalam postingan ini.
Tapi, fikiran gue saat itu bernar-benar kacau. Melihat kaca depan mobil yang
pecah berserakan dan bebper depan mobil hancur menabrak trotoar tengah jalan
Pantura. Boro-boro tangan gue bisa masuk ke saku celana.
Dengan
cepat orang-orang bergerombol ke arah mobil na’as tersebut. Pintu terbuka
kearah atas karena posisi mobil yang menyamping. Keluarlah satu orang
bapak-bapak yang kelihatan shock sekali,
dan langsung di gotong ke pinggir jalan.
Mobil
yang miring itupun kini beramai-ramai di dorong agar bisa kembali berdiri
dengan rodanya.
Melihat
kejadian itu, gue tercengang tak bedaya dan jelas gemetaran. Gue engga bisa
berbuat apa-apa. Bahkan mesin motor gue pun mati dengan sedirinya.
Namun,
suara klakson kendaraan lain di belakang menyadarkan, gue harus jalan.
Gue
melewati mobil yang kini sudah berdiri itu. Dengan gemetaran gue menyetir motor
melanjutkan perjalanan. Tentu dengan perasaan yang tidak tenang.
Sesampainya
di Indramayu kota, gue menuju ke Masjid Agung Indramayu kali untuk melaksanakan
sholat Ashar.
Setelah
sholat Ashar, kembali gue duduk di teras masjid tersebut, kali ini sendirian
merenungi kejadian yang gue barusan lihat.
Pantura memang kejam.
Mungkin hanya ramah bagi mereka yang beruntung.
Namun,
Sampai kapankah keberuntungan itu setia ?
Gue
hanya berfikir secara logis. Entah apa yang terjadi pada diri gue kalo saat
kejadian mobil terbalik itu, gue tepat ada disamping mobil yang terbang itu.
Mungkin gue engga bakal bisa nulis menceritakan ini semua.
Seolah
semua sudah ada yang mengatur, detik, arah angin, dan lobang-lobang pantura. Jika
saja gue sedang melaju sepeda motor dengan kencang saat itu, gue lebih cepat lima menit saja dari saat itu. Mungkin
gue juga akan ikut terbang bersama mobil itu.
Gue
hanya bisa bersyukur karena Allah masih memberi kesempatan kepada gue untuk
melaksanakan sholat Ashar ini.
Hanya
dua hari terjadi kecelakaan di tempat yang hampir sama, apakah setiap hari di
tempat ini ada peristiwa seperti ini? Apa sudah ada gilirannya ?
Waktu
terus berjalan, sore pun datang dengan tepat waktu.
Kini,
gue harus memacu kendaraan lagi, dan mungkin saja kini keberuntungan berpaling
dari gue dan mungkin saja ini “Giliran” gue seperti mereka J
Sebelum
gue pergi pulang, gue melihat beberapa anak Paskibra yang memang sedang rajin
latihan di lapangan pendopo sebelah masjid itu, lari bergerombol masuk ke dalam
toilet, dan entah seperti ada keadaan Psikologis yang mengharuskan gue juga
menjadi kepengen ke toilet, kencing.
Dan
ketika gue keluar dari toilet, andai ada Irman, gue akan berkata…
“Ini
semua berkat Kencing. Kencing membawa berkah”
Post a Comment