Ini
gue udah bangun ?
Ini
adalah kesekian lapernya gue dimalam hari. Yang buat gue jadi kebangun dan
gagal untuk menghemat. Yaps, hari ini hari Minggu, dan itu tandanya hari libur.
Bagi gue, devinisi libur itu beragam dan sering gue kombinasiin. Salah satu
kombinasinya ya terjadi pada Minggu ini. Gue coba libur untuk beraktivitas dan
libur, makan.
Jadi
tadi pagi gue Cuma makan sereal Energen dan siangnya gue coba untuk nonton film
yang gue fikir bakal bisa ngilangin laper, ternyata engga, masih tetep laper
dan gue mutusin buat, tidur.
Sampe
malem ini, gue baru bangun. Dan gue engga tahan akhirnya pergi untuk nyari
makan.
Gue
keluar pager, ternyata warteg sudah tutup. Gue tanyain kenapa tutup ke
penjualnya. Dan penjual itu jawab: “Maap mas, kalo mau nyari Bodrek jangan di
warung saya”.
Bukan
banyolan garing gue itu pointnya. Ini tentang pertanyaan gue, apakah gue masih
tidur atau sudah bangun ? kok masih bermimpi.
Saat
gue dateng ke tukang nasi goreng langganan gue di pertigaan jalan yang mau ke
arah kost, tidak ada hal yang spesial, walaupun ramainya tukang nasi goreng itu
ada yang ganjil menurut gue. Kalo Cuma rame saja sih, di nasi goreng itu udah
biasa. Emang setiap harinya rame. Tapi ini menurut gue ada yang ganjil, dan ternyata yang ganjil itu adakah: duit gue ketinggalan.
Setelah
gue balik dan ambil dompet, dan balik lagi ke tukang nasi goreng. Pas cek isi dompet, ternyata adalagi yang ketinggalan yaitu, SIM gue ketinggalan. Tapi
kali ini gue engga balik lagi ke kost. Bukan masalah ini sudah malem atau
karena ini jalanan kampung yang engga bakalan ada polisi. Karena menurut gue,
kesiapan kita untuk mematuhi aturan lalu lintas harus lah selalu siap. Toh demi
kebaikan kita sendiri. Ada atau tidak adanya polisi, aturan tetaplah aturan. Tetapi
ini beda, hal yang membuat gue engga balik lagi ke kost karena: gue make
sepeda.
Terlihat
salah seorang bapak-bapak terlihat sedang mengawasi koki nasi goreng itu masak.
Bapak itu terlihat seperti sosok preman jaman dulu. Dengan tato di tanga, codet
di muka, anting di sepanjang daun telinga dan celana yang di lututnya sobek. Bapak
itu mirip dengan tokoh Bujang “Babi Hutan” dalam Novel “Pulang” karya Tere Liye.
Terlihat
sekali koki itu terasa risih dengan pandangan bapak itu. Terlebih ternyata
bapak itu selalu berkomentar terhadap perubahan dalam masakan sang koki. Bilang
kalau Nasi Gorengnya kenapa warna nya engga merahlah, Nasi Gorengnya jangan
make kecaplah, jangan sampe pedas lah dan masih banyak lagi kicauan bapak itu. Gue
udah pusing dengernya.
Bayangin,
awalnya bapak itu bertanya kenapa nasi gorengnya tidak berwarna merah,
sementara bapak itu tidak mau banyak-banyak pake kecap di nasi gorengnya? Setau
gue, warna merah nasi goreng itu berasal dari kecap. Terus kalo bapak itu engga
mau banyak kecapnya gimana ?
Ternyata
koki nasi goreng ini punya cara lain untuk membuat warna nasi gorengnya menjadi
merah. Yaitu dengan menambahkan sambal yang terbuat dari cabai dan itu akan
membuat masakan menjadi kemerahan
Tapi
masalahnya, sekali lagi, bapak itu minta supaya nasi gorengnya tidak mau pedas.
Dari
tempat duduk yang biasanya di pergunakan untuk pembeli ngantri, gue lihat raut
muka si koki yang begitu cuek menanganinya. Gue yakin, pengalaman tuh koki
menghadapi pembeli seperti kaya gini sudah banyak.
Ternyata
setelah nasi goreng itu sudah jadi--dengan cueknya si koki dan bapak-bapak
masih terus berkomentar meminta ini itu--, nasi goreng itu kemudian dibungkus
oleh pelayan dan mengasihkannya kepada bapak itu.
Ternyata,
untuk selektif terhadap apa yang terjadi pada kita, termasuk jenis makanan yang
harus sesuai dengan selera dan keinginan, kita telah mempersulit orang lain. Tidak
semuanya memang, tapi gue yakin bapak-bapak itu tidak sadar melakukannya. Dan itu
berarti kita juga bisa saja tidak sadar melakukan hal yang serupa terhadap
orang lain. wallahu a'lam.
Dalam
dunia IT, memang sering terjadi hal seperti ini. Banyak yang meminta agar
data-data nya aman, tapi orang akan sangat kesal jika sedikit-dikit sistem meminta
untuk memasukan password, padahal langkah itu dinilai efektif untuk mengamankan
sistem dari berbagai serangan.
Dan
ini lagi – lagi untuk mewujudkan keinginan kita, ada orang-orang yang tentu
akan direpotkan. Kita juga harus siap direpotkan untuk mencapai tujuan
tersebut. Kalau tidak mau repot, ya berarti jangan coba – coba menginginkan
sesuatu hal yang bersifat pribadi namun bergantung pada orang lain.
Setelah
bapak-bapak itu pergi. Pesanan gue pun di buat. Gue nunggu. Dan ada pembeli
lain datang. Kali ini ibu – ibu.
Permintaan
ibu – ibu itu aneh. Dia beli enam bungkus nasi goreng, tapi si tukang nasi
goreng itu harus mau nurutin kemauan si ibu agar si ibu mau membeli enam bungkus
nasi goreng langsung. Permintaannya ada pada tata cara bagaimana masak
telornya.
Kalo
gue yang jadi koki nya, pasti gue udah nyuruh ibu itu supaya bikin sendiri nasi
gorengnya. Bayangin aja koki nasi goreng aja masih di atur tentang masalah
masak telor.
Tapi
ternyata dugaan gue salah. Dan kayanya gue berdosa -_-
Ibu
itu minta agar telornya di bagi sesuai keinginannya. Disini gue, koki dan
pembeli lain dia ajak bermain logika. Menurut ibu itu, kalau dia beli enam
bungkus nasi goreng, berarti dia juga mendapatkan enam butir telur. Ibu itu meminta agar telur itu tidak di masak
sekaligus, melainkan dibagi menjadi: dua butir dihancurin, empat butirnya di dadar
yang kemudian empat butir telor dadar itu dibagi supaya ke enam bungkung nasi
gorengnya itu kebagian semua telor dadar.
Ini
trik kelas dewa.
Dengan
seperti itu, ibu itu berpendapat kalau dengan begitu berarti dalam satu bungkus
nasi goreng akan terdapat dua jenis telor yang beda cara masak nya. Satu jenis
telor dihancurin kaya nasi goreng biasanya, satunya lagi dia dapat rasain telor
yang didadar utuh. Amazing pemikiran ibu ini.
Gue
rasa sih ibu ini sering banget beli nasi goreng dengan jumlah banyak dan merasa
kehilangan telurnya. Mungkin ibu itu menganggap kalau dia beli enam bungkus
nasi goreng, abang nasi gorengnya tidak ngasih enam butir telor. Karena seberapa
banyaknya telor jika di hancurkan dan dicampur dengan nasi, telor – telor itu
kayanya engga bakal kelihatan. Dan mungkin itu yang ibu ini rasain sehingga ibu
ini menciptakan Resep Ajaib ini.
Diluar
itu semua, gue beruntung dalam kasus ini abang nasi gorengnya terlihat sangat
pengalaman menanggapi pembeli – pembelinya.
Gue
sih engga punya masalah dengan bapak – bapak maupun ibu ini. Mereka punya hak
masing – masing sebagai pembeli. Mereka berhak meminta hak mereka sebagai
pembeli nasi goreng. Yang gue masalahin adalah, koki itu jadi lama masak
pesenan gue yang sedang kelaperan ini. Entah gue sedang bermimpi ataupun sudah
bangun, yang jelas gue laper, pak, buk! Cukuplah kalian membuat susah koki nasi
goreng ini saja, jangan membuat susah hamba yang sudah susah ini, hiks.
PS : Janganlah membuat susah orang lain, apalagi membuat susah mahasiswa yang sedang lapar. Atau anda akan di ceritakan dalam blognya!
Post a Comment